Kemas Berulah di Kelas

Kemas Berulah di Kelas - Bel berbunyi. Semua siswa segera pergi ke masjid untuk melaksanakan sholat dan doa dhuha bersama. Selesai kegiatan solat dan dhuha bersama, semua siswa kembali ke kelas masing-masing kecuali satu anak laki-laki yang terlihat sangat muram dan lesu. Kelesuannya bukan tanpa sebab, ia mulai jenuh dengan segala aktivitas di sekolah. Kemas Muhammad Alfarabi, adalah salah satu siswa dari kelas X-A.
Kemas Berulah di Kelas
Kemas Berulah di Kelas
Alih-alih bersiap untuk belajar, sesampainya di kelas, Kemas mengajak teman temannya bermain kartu--yang ia bawa dari rumah--sejenak. Di tengah permainan kartu tanpa taruhan itu, guru pengampu Ilmu Sosial datang dan mengacaukan mood Kemas yang sudah rusak sejak awal.

Lima belas menit sejak pelajaran Ilmu Sosial dimulai, Kemas masih belum bisa mengalihkan rasa jenuhnya dan merasa sangat tidak ingin belajar. Bahkan ketika Bu Riput menerangkan materi, Kemas justru dengan santainya mengajak siswa lain bercengkrama dan hal itu membuat Bu Riput merasa terganggu. Bu Riput menegur dengan halus agar Kemas kembali fokus pada materi yang sedang dipelajari. Tapi teguran halus itu bukannya membuat Kemas kembali fokus pada apa yang sedang diterangkan Bu Riput, tapi malah membuat panas hatinya. Ia merasa kesal. Ia merasa Bu Riput tidak bisa mengerti apa yang dia rasakan. Ia mengira semua orang dewasa tidak paham dengan apa yang sedang anak-anak remaja seusianya inginkan.

Beberapa menit setelah teguran pertama Bu Riput kepada Kemas. Kemas kembali berulah. Sembunyi-sembunyi Kemas membuka laptopnya dan bermain permainan Counter Strike Global Offensive. Ia bermain dengan penuh perhatian. Matanya fokus pada layar laptop. Tidak sedikit pun Kemas menghiraukan apa yang sedang Bu Riput jelaskan hingga tanpa ia sadari, kekalahannya di dalam permainan membuatnya berdecak sebal, “Ah mati!”
 
Detik berikutnya semua siswa, juga Bu Riput, menatapnya dengan kesal. ”Kenapa kamu membuka laptop, Kemas?”
 
Dengan terbata Kemas menjawab, ”Ini, Bu, saya tadi mengecek slide pelajaran.”
Tentu saja Kemas berdusta.
 
“Bohong, Bu, Kemas sedang bermain game,” satu suara terdengar dari teman sebangku Kemas yang juga merasa kesal karena apa yang dilakukan Kemas mengganggu konsentrasinya belajar. Tak ragu Kemas menginjak kaki temannya dengan harapan temannya tidak bicara lebih banyak.
 
“Kemas, ini kali kedua ibu peringatkan,” Bu Riput masih berusaha tenang menghadapi keegoisan Kemas yang menolak untuk belajar. Tapi Kemas tidak menjawab. Ia hanya diam dan menundukkan pandangannya.
 
Pelajaran hanya tersisa sepuluh menit dan Kemas semakin gelisah. Ia tidak tahan ingin keluar kelas dan menyudahi proses belajar di dalam kelas. Teguran kedua Bu Riput tadi terdengar seperti hinaan baginya. Hal itu membuatnya semakin tidak sanggup bertahan untuk lebih lama lagi berada di dalam kelas. Yang ia pikirkan hanya bagaimana caranya agar ia bisa segera bergabung dengan siswa-siswa lain yang sudah terdengar berada di luar kelas.
 
Mungkin Kemas sendiri tidak sadar dengan apa yang ia lakukan selanjutnya, ia mengambil satu set kartu remi yang tadi disimpannya di dalam laci meja. Tanpa tedeng aling-aling Kemas menacak kartu dan membagikannya kepada teman di kanan-kirinya. Satu putaran hampir ia lewati dengan mudah dan hampir membuatnya memenangkan permainan itu hingga tiba-tiba Bu Riput menoleh dan menangkap basah permainan Kemas dan kawan-kawan.
 
”Ini ketiga kali ibu memperingatkan kamu, Kemas. Mau berapa kali lagi ibu tegur hingga kamu mau mendengarkan??"
 
Teman-teman di kelas Ibnu Sina terdiam seribu bahasa. Tidak satu pun dari mereka berani buka suara saat Bu Riput menghampiri Kemas, mengambil satu set remi dari atas meja, lalu pergi meninggalkan kelas.
Kelas hening dan seolah waktu terhenti, Kemas tidak tahu apa yang telah ia lakukan.
 
"Minta maaf saja ke Bu Riput di ruang guru," ujar salah seorang siswa di kelas X-A yang kini sunyi.
 
"Daripada nanti ilmunya gak berkah”
 
Kemas merasa bersalah. Tapi rasa malu untuk mengakui kesalahannya dan pergi ke ruang guru dan meminta maaf pada Bu Riput, menghampiri. Akhirnya istirahat pertama Kemas hanya duduk di kelas. Keder. Hingga salah seorang temannya bertanya, ”Sudah minta maaf belum?”
 
Kemas menggeleng, ”Belum. Gua nggak berani."
 
Teman-teman Kemas yang mendengar jawabannya ikut menggelengkan kepala.

Jam pelajaran kedua dan ketiga telah mereka lewati. Tapi hingga istirahat kedua tiba, Kemas belum bisa melepaskan rasa bersalahnya kepada Bu Riput.

“Ayo, Mas, gua temenin ke ruang guru." Satu tawaran yang tidak mungkin Kemas abaikan. Tanpa berpikir panjang Kemas segera bangkit dari tempat duduknya dan pergi mengambil sepatu di loker. Tapi ternyata meminta maaf bukan perkara yang mudah bagi Kemas. Perasaan takut dan khawatir muncul di dalam hati Kemas saat mereka sudah sampai di depan pintu ruang guru.

Dengan dorongan sahabatnya, Kemas memberanikan diri memasuki ruangan yang tiba-tiba membuat bulu romanya terasa dingin. Suasana di ruang itu tiba-tiba menjadi seperti di film horor. Semua guru menatap Kemas dengan tatapan dingin. 

”Permisi, Bu. Saya ingin bertemu Bu Riput.” 

Guru yang diajak Kemas bicara itu menunjukkan meja kerja Bu Riput. Di sanalah Kemas melihat Bu Riput sedang sibuk mengerjakan pekerjaan di depan laptop. Dengan perasaan was-was Kemas menghampiri Bu Riput dan segera meminta maaf, ”Bu Riput, maafin saya ya tadi di kelas membuat pelajaran jadi terganggu.”

Bu Riput memandang Kemas dari ujung kepala hingga tepat menatap mata Kemas. Bu Riput tersenyum ramah, dengan suara lembut Bu Riput berkata, ”Tidak apa-apa Kemas, tapi lain kali jangan seperti itu lagi ya di pelajaran ibu dan atau pelajaran yang lainnya.”

Kemas mengangguk pasti. Perasaan khawatir dan perasaan bersalahnya lenyap. Hatinya terasa lapang. 

Kemas menunjuk satu set remi di atas meja Bu Riput. Sambil tersenyum lebar, Kemas berujar, ”Kartunya mau ibu coba mainkan atau bagimana, nih?”
 
Detik berikutnya gelak tawa Bu Riput mengudara. Sambil mengembalikan satu set remi ke tangan Kemas, Bu Riput menepuk pelan pundak siswanya itu.
 
Sejak saat itulah Kemas tidak ingin berbuat aneh-aneh lagi di kelas.

------------
Cerita pendek ini adalah fiksi (rekaan) semata yang merupakan salah satu hasil menulis (cipta cerpen) di kelas Bahasa dengan materi Menulis cerita pendek fiksi berdasarkan pengalaman pribadi dan atau pengalaman orang lain.

Comments

Popular posts from this blog

Puisi Hari Ulang Tahun Guru

Contoh Teks Hasil Observasi

Puisi Alysa Astry Djayanti